Kemendagri Pasti Akan Tindaklanjuti Putusan dan Fatwa MA

By Admin

nusakini.com--Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) pasti akan menindaklanjuti putusan atau fatwa yang telah dikeluarkan Mahkmah Agung (MA). Termasuk soal impeachment atau putusan terhadap kepala daerah yang melakukan tindak pidana. Hanya saja sesuai prosedur, Kemendagri harus menerima dulu salinan resmi putusan. Baru setelah itu akan ditindaklanjuti. 

"Saya berharap setiap putusan pengadilan yang dilakukan baik ditingkat pertama, kedua atau MA mestinya ditembusi kepada saya ditembusi kepada Mendagri," kata Kepala Biro Hukum Kemendagri, Sigit, di Jakarta, Jumat (22/12).  

Ia contohkan, kasus pidana yang menjerat Bupati Rokan Hulu. Kata Sigit, salinan putusan kasus Bupati Rokan Hulu, belum juga ditembuskan ke Kemendagri. Padahal, pada 8 November 2017, Bupati Rokan Hulu telah divonis 4,5 tahun. Sementara Kemendagri sendiri telah meneken MoU dengan MA.  

"Harapan saya kasihkan ke saya, lalu kami tindak lanjuti. Tindak lanjuti artinya kalau dia salah cepet tak berhentikan supaya negara tidak rugi. Supaya enggak bayari kepada si yang bersangkutan," katanya.  

Kalau belum terima salinan resmi putusan, kata dia, tentu belum bisa ditindaklanjuti. Ini yang kerap kali membuat Kemendagri selalu jadi sasaran. Padahal, salinan belum diterima. Jika sudah diterima, pasti akan ditindaklanjuti.  

"Belum terima saya, tapi dihajar terus, saya ditanya ini, itu. Katanya kan dikasihkan kita, sudah ditindak lanjuti," kata Sigit. 

Termasuk juga kasus Wakil Bupati Gorontalo, jika salinan dari MA sudah diterima kata dia, tentu segera diselesaikan. Tapi hingga kini, salinan putusan belum masuk. Prinsipnya Kemendagri bekerja sesuai mekanisme. Tidak terkecuali terkait dengan pemberhentian kepala daerah, entah karena sakit, masa jabatan berakhir, kena pidana atau di impeachment. Ia contohkan, dalam kasus impeachment, agar ada kesewenang-wenangan dari DPRD, maka Kemendagri akan meminta fatwa dari MA.  

"Jadi begini mekanismenya begitu jadi mekanisme pemberhentian kepala daerah karena habis masa jabatan, mengundurkan diri, meninggal, kena kasus pidana. Kemudian diluar itu karena impeachment, karena tidak ada kepercayaan. Jadi supaya ada tidak sewenang-wenang DPRD, 'kamu saya tuduh' kemudian ditanyakan kepada MA, bener enggak ini susbtansinya. Diharapkan tidak ada kritik hanya emosionalnya anggota DPRD, itu ditanya. Harapannya MA dengan jelas dengan teliti bener enggak ini. Oh ini melanggar kesusilaan itu dipakai Sehingga Kemendagri memutus ada alasannya," urai Sigit menjelaskan panjang lebar.  

Jika MA sudah keluarkan fatwa, tentu akan dijalankan oleh Kemendagri, kata Sigit. Menurutnya, fatwa itu penting, agar tak ada multitafsir. Sehingga Kemendagri pun, bisa jelas dan ada dasarnya saat menafsirkan. Meski Kemendagri berwenang menafsir. Tapi, lebih baik, fatwa MA yang jadi dasarnya.  

"Makanya Kemendagri, umum dari yang sudah sudah dilakukan itu, kita tidak pernah menolak fatwa dari MA karena meyakini bahwa apa yang diputuskan oleh MA sudah ok-lah maka kita pakai. Kita enggak bikin tafsir sendiri meskipun kita punya kewenangan tapi enggak menggunakan kewenangan itu," tutur Sigit.(p/ab)